Jika menulis ialah oksigen
Apakah aku telah mati sejak itu?
Apakah kau terkubur indah di dalam tulisanku?
MH - 12/28/'16
Siapa majikanmu?
Jika menulis ialah oksigen
Apakah aku telah mati sejak itu?
Apakah kau terkubur indah di dalam tulisanku?
MH - 12/28/'16
Ada pun rupa yang serupa
Namun kita terus membicarakan
Di pertemuan berikutnya, dan berikutnya
Dan berikutnya, dan seterusnya
Pahit ini enggan tenggelam
Menuju relung yang dalam
MH - 11/13/'16
Seperti pangkuan
Yang tiada terisi
Dalam ucap puisi
Aku takkan pernah menjadi waktumu
MH - 10/22/'16
Sedangkan kepala ini
Sibuk memutar ulang alasan
Keresahan yang sering disebut
Kesabaran yang sering direbut
Aku adalah angin ribut
Menciptakan kata-kata yang berkelut
MH - 10/13/'16
Ada sepanjang jalan yang kau tak hitung panjangnya
Aku jatuhkan air mata di perjalanannya, meninggalkan jejak
Dan meninggalkan tanya: "Mengapa harus terluka,
Bila sejauh ini air mata tak kunjung reda?"
Mereka bilang menghitung rintik hujan ialah keharusan
Dalam kesedihan, tiap rintiknya menjelma kehausan
Pada kerongkongan yang semakin gurun
Karena air mata yang semakin turun
Tidak lama kemudian, senja hadir di depan mata
Dan semesta pun mulai bertanya:
"Sejak kapan kita berharap padam?"
Dan tersadar, tugas air mata bukan untuk memadamkan
Melainkan meredakan
MH - 09/07/'16
Suatu hari kelak kan sadar
Sudah lama sekali aku hilang
Mencari dirimu, berulang-ulang
Dalam ketidaktahuan jalan pulang
Aku butuh mata yang tak pejam
Aku butuh mulut yang tak bungkam
Ketika tenggelam, sekejap tersadar
Kelak lebih kubutuhkan genggaman
MH - 09/06/'16
Perlahan-lahan, emosi tumbuh
Ke langit-langit yang kian runtuh
Dan mata paling pandai menipu
Diriku, dirimu, di antara segala perlu
Saban hari terlihat diam
Langit mulutnya enggan bungkam
Berbincang di dalam hati
Memanggil namamu berhari-hari, berhati-hati
Tiada ingin menopang kalut
Tubuh milikmu yang bergelut
Kelak, semoga anakku tetap bernafas di asuhanmu
MH - 08/17/'16
Semua berlalu
Kembali kepadaku
Tentang belenggu
Dosanya menunggu
Aku tidak rindu
Tentang kepulangan
Tenangku yang abu
Sungguh beban bagiku
Hanya perlu seminggu,
Aku kembali hancur
Tiada ampun
MH - 08/12/'16
Masa itu menjelma gugur
Rindu sedang sibuk di kala itu
Kau juga, dia juga, aku juga
Dan tiada bertemu juga
Dalam pikiran raya
Aku bertanya, perlahan
Kita berteman karena apa?
Kita mengenal berkat siapa?
Sendirian, tanpa kesepian
Aku berbincang layaknya orang gila
Pada hari nanti
Ku ingin ucapkan selamat
Pada kekosongan, menyapa
Berbahagia di sana
MH - 07/15/'16
Dini hari, ku baru pulang
Dari lelah yang diperbincangkan
Tiap peluh. Menetes. Satu per satu
Menjelma laut, merendam segala tabah
Aku perlu bicara
Denganmu saja
Dengarkan saja
MH - 07/10/'16
Sepenuhnya
Aku menambal luka
Dengan kata-kata
Yang menjelma doa
Dan kau selalu bertanya
Tentang nama siapa
Di dalam doa
MH - 06/26/'16
Ada yang dirindukan dalam kepulangan
Apakah pelukan atau kata-kata?
Tiada menahu, akulah wajah senja
Dibiarkan terbenam dengan sengaja
Tanpa saling mengusik,
Angin tenang berbisik
Semakin hari, puisi lirih dan iba
Melihatku sibuk berhitung waktu
Dan memilih kata-kata tertentu
Menjadikan temu dipenuhi utuh
Telah ku titipkan pesan:
Aku tengah berada di pemakaman kata
MH - 06/23/'16
Perlahan-lahan, emosi kan tumbuh
Ke langit-langit yang kian runtuh
Dan mata paling pandai menipu
Diriku, dirimu, di antara segala perlu
Tabah bagiku menopang kalut
Tubuh apimu, semakin menyulut
Perlahan-lahan, aku berdoa
Mengadahkan tangan dan kata
Atas nama kebaikan, terabaikan
Karena perilaku yang buta arah
Kau sedang di mana?
MH - 06/19/'16
Tatapmu membawa laut
Menerpa kepadaku, tenggelam
Penyebab jantungku berdetak
Mengucap rutin namamu
Kau biarkan terbalik
Elok senyummu
Bagai gurat bianglala
Tanpa kesedihan hujan
Berharap pelukmu
Merawat harapku
Yang ku tahu:
Jemarimu pemantik api,
Membakar hidup diriku
Dalam keinginan memiliki
MH - 06/14/'16
Hujan tidaklah seperti kita yang selalu keras berteriak
Kepada makhluk lainnya, tidak seperti kita.
Kemarau tidaklah seperti kita yang selalu garang mengering
Kepada hal yang tumbuh, tidak seperti kita.
Seperti rindu
Menolak macam berpisah,
Tidak seperti kita.
MH - 06/09/'16
Runduk, gugur, jatuh
Satu per satu kembali utuh
Rindu pun perlahan patuh
Aku tak ingin kembali batu
MH - 05/28/'16
Berhati-hatilah terhadap wanita
Yang lihai mengumpatkan senyum
Senyumnya semacam benda kaca
Terletak di setiap pertokoan
Mungkin ketika kau pecahkan,
Kau harus membelinya segera
MH - 05/27/'16
Kuhadapi letih dengan rintih
Rintik-rintik yang semakin cantik
Pada sepasang mata permata
Berwarna-warni,
Satu per satu membuka diri
Memintaku bersaksi
Aku menyebutnya
Penyakit yang tak perlu disembuhkan,
Namun tiada ingin dikambuhkan
MH - 05/08/'16
Ingin sekali
Ku bekerja sebagai kurir,
Saban hari, berkeliling, mencari senyum
Yang ditunggu, dirimu
MH - 05/06/'16
Telah kupenuhi akuarium
Dengan ikan-ikan, pukau terlihat
Dibanding jendela rumah yang telah lama
Memudar pandangnya kepada cuaca
Aku ingin menangisi diriku, sepuasnya
MH - 05/06/'16
Sebentar lagi aku akan kehilangan
Mata, kaki, telinga
Tangan, kaki, kepala
Jantung dan hati
Segera kau menyebut namaku,
Apakah selamat?
MH - 05/06/'16
Kaki-kaki langit mulai bocor
Dan aku perlu sesuatu untuk menambalnya
Namun, ku hanya bisa menjahit
Kupelajari tuk mengurangi lubang di hati, bukan di langit
Sementara langit terus menjerit
Semalam suntuk, ku temani hingga mata tertutup
Dan mimpi terbuka, tiada diriku di sana
Melainkan ia semakin merana
Bahagia bukan milik manusia saja
Ucap sebagian nestapa
MH - 05/04/'16
Mereka selalu terjaga
Dalam lelah mereka, setiap malam
Menghitung tiap bintang yang redup
Dan menukarnya dengan segala hidup
Satu per satu, mereka menjelma musafir
Dan aku tiada ingin semakin kafir
Mereka yang menciptakan kemerdekaan
Tiada pantas tenggelam dalam hinaan
MH - 04/28/'16
Ritual setiap malam:
Ku melihat jam, memutar kepala
Berharap waktu pula, berputar paksa
Mengubah segala buruk masa
Hilang Tuhannya
Semasa hidupnya
Seratus delapan puluh derajat,
Semakin sesat
Penuhi niat jahat,
Semakin lekat
Menempel pada tubuh,
Semakin rubuh
Seperti ucap leluhur,
Semakin hancur
Menipu hari lalu,
Semakin pilu
Semakin kesal,
Semakin menyesal
MH - 04/27/'16
Takdirnya, kopi terlahir pahit
Dan kau terlihat sakit
Susah payah, kau hancurkan
Tabah yang kau bangunkan
Puisi-puisi telah mencapaimu,
Segala satir menjadi milikmu
Sesekali saja, ku ingin mengucap
Telanjang bukanlah hal yang kotor
Terhadap diri ini, kau bermanja dalam pelukan
Berbagai bentuk akan keburukan
Silahkan kau pulangkan,
Silahkan kau kuburkan,
Bagaimanapun caranya
MH - 04/27/'16
Telah ku tandakan tanggal ulang tahunmu
Sebagai hari libur dalam mengingatmu
Dan kau tetapkan setiap harimu
Adalah hari kematianku
Tidak tahu apa-apa
Kapan kita akan terbangun selamanya?
MH - 04/23/'16
Berputar malam-pagi-malam, ku tetap tak mampu
Menyebut namamu, kekasihku. Berlarut-larut
Mendatangimu dengan cahaya lampu di jalan-jalan
Di gedung-gedung secara percuma, kau lebih terang dari hadirku
Dan ketika pagi dipaksa menjadi senja
Mengadahkan kedua tangan, erat, berdoa
Semoga kau menjelma jarak, bukan waktu
Yang tak terukur hilangnya ditatapku
Semoga saja sepasang tangan palsu yang kuberikan kepadamu
Kau erat selalu dengan doamu
MH - 04/23/'16
Berlari dan berakhir, terkadang hidup tak seindah kekasih
Yang kau kenakan sehabis hujan,
Serta kau kecup sehabis mesra
Berselimut lembut kabut putih
Adalah rupa yang tercantik
Apakah ada sajak yang tertinggal
Di saat seseorang merindukan kebiasaan:
Tersenyum sebelum siang dan petang,
Kemudian menghilang?
MH - 04/08/'16
Habis sudah, kehampaan
Mendengar bahagia
Dari seseorang, tak dikenal
Rupanya, tinggalnya
Aku di sini, tersenyum
Mengingat bahagia lalu
Mungkin saja, kabarmu
Mengirim bermacam-macam pesan
Kepada kekasihku suatu masa
Untuk menghuni relungku kelak
MH - 03/28/'16
Aku memilih gila, bila mencintaimu
Menjelma semacam rutin ibadah
MH - 03/28/'16
Tubuhnya aroma kopi,
Dengan remeh menilai
Pahit dan hitam, riwayatnya
Kini berada di ujung lidah
Tubuhnya rimba hutan,
Banyak pengunjung berdatangan
Dengan perkakas-perkakas, gilas
Habis sudah segala harapan
Tubuhnya bongkar pasang,
Terpajang pada etalase
Toko mainan, rapi dan indah
Sebelum dihancurkan sifat kekanakan
Bermacam tubuh telah dibahas
Muncul tubuh-tubuh lainnya
Mencegah bercerita dengan tuntas
MH - 03/22/'16
Engkau tegak berdiri di depanku
Menjaga perpustakaan di dalam mata
Rak dan buku tersusun rapi, hening
Tiada pengunjung di hari sibuk ini
Mengajakku hanyut, menghadiri
Sepimu hingga suatu pagi
Ku mulai menyeru satu per satu
Eja namamu elok berderu
Menyapu bersih ruang berdebu
Tak layak huni bagai hatimu
Sungguh, kita tak mungkin setia
Kepada rindu bila telah mengenal temu
MH - 03/20/'16
Semakin hari, semakin jadi cobaan
Engkau semakin cantik dan baik
Manis buah bibirmu, bisa kuhirup
Aroma matang menantang dari elok tubuh
Sedangkan aku tak punya gigi
Telah kugadai, karena kepalsuannya
Tercipta dari emas, entah bagaimana menebus
Benda semahal itu, mungkin bertahun-tahun
Aku tak pandai matematika
Atau perhitungan lainnya
Tidak diajarkan oleh Tuhan
Kecuali kesabaran
MH - 03/19/'16
Panas hari adalah cerita
Amat basi, hampir setiap hari
Kami menikmati dengan menahan mati
Dari rasa haus yang kian menjadi
Lain dari mereka, terlahir berbeda
Dengan punuknya mereka bertahan
Dahaga mereda dengan sendirinya
Terik matahari tiada harganya
Aku ditugaskan menyampaikan
Terbentang luas laut cerita
Yang tak pernah kau bertanya
Tentang punuk-punuk di punggung mereka
MH - 03/19/'16
Punggungnya menjelma panggung
Megah dan mewah kian didirikan
Berhias cahaya dan percaya
Akan turun di muka bumi, seorang juru selamat
Bercerita dirinya:
Dunia kan membaik, ucapnya
Dunia kan terbalik, timpanya
MH - 03/19/'16
Perlukah menyalakan api
Agar toko buku lebih ramai
Dibanding kedai kopi?
Perlukah menyalahkan diri,
Menjatuhi hukuman hingga kebiri?
Tentang perilaku sehat
Segala yang memikat,
Haruslah saling terikat
MH - 03/11/'16
Ada kepuasan dalam kepala
Yang telah dijawab pertanyaannya
Dari pernyataan dan pengalaman
Berlalu-lalang, menuju kampung halaman
Langit luas, sesuai takarnya
Bumi pun bebas, sesuai sangkanya
Pandirnya semakin terasa
Dihiraukannya, hingga riwayat
Jangan sungkan mata terpejam
Demi merasakan angan temaram
MH - 03/11/'16
Semacam tabah, kutunggu hadirnya
Dirimu yang indah di alam mata
Berdiri di sana, asa kau genggam
Berjuta-juta resah sekejap musnah
Aku tak masalah, kau tak berubah
Kecuali sebab merinduku karena Dia
MH - 03/11/'16
Kau miliki rintih yang ada,
Membangun runtuh di dada
Cukup bersimpuh saja,
Aku bersumpah
Tiada salah
MH - 03/05/'16
Dalam hening perayaan,
Ku nyalakan lilin dengan api kenangan
Menyala redup, mengharap padam
Namun, aku masih membutuhkan penerangan
Aku tak butuh keterangan
Tentang kehilangan
Berdoa, mataku terpejam
Mengucapkan segala macam
Kebaikan, untukmu. Kesehatan, untukmu
Dewasa, untukmu. Cahaya, untukmu
Harap, hanya ini saja untukku
Aku takkan mungkin kehilangan
Ketika engkau memilih orang lain
Kecuali, bila engkau memilih
Menjelma orang lain
02/19/'16