February 28, 2014
Iba
Sedangkan aku tak pantas bersedih
Aku seorang pria, rasa sakit ini mungkin lebih kecil
Dibanding dosaku, karena kau seorang wanita
Yang telah kubiarkan merintih, meringis perih
Biarkan aku tak terpelihara
Bagai jalang, yang selalu lepas pada saat malam
Mencari hidupnya sendiri hingga mata pejam
Takkan ada kehidupan yang lebih kejam
Selain takdir seorang jalang yang benci telanjang
Takkan ada kehidupan yang lebih setia
Dibanding kopi hitam beserta insomnia
Mengapa menatapku dengan iba?
Sedangkan rumitnya hidup kau bagikan kepadaku
Seperti sebungkus permen yang tiada artinya
Bagi aku yang telah menjelma seorang dewasa
Tawarkan aku kopi hitam,
Aku akan hadirkan masalahmu kedalamnya
Jangan lupa dua sendok gula
Lalu kita minum berdua, pada cangkir yang sama
Biarkan kita menenggak manis dan pahit bersama
MH - 02/28/'14
Buku-buku jalang
Buku-buku jalang
Tak layak dipelihara
Di toko buku besar, di kota-kota besar
Buku-buku jalang
Berkeliaran di luar kota
Bersama induknya, mencari pelanggan
Buku-buku jalang
Adakah diantara kalian yang ingin dipelihara
Oleh majikan yang buta sastra?
MH - 02/28/'14
February 26, 2014
Selepas berdoa
"Apakah doaku sudah benar?"
Mulut ini pun bungkam
Lalu aku berdoa kedua kalinya
MH - 02/26/'14
February 25, 2014
Anak-anak kelabu
Di sudut semesta yang tak berwarna
Tak tampak hitam dan putihnya
Serta wajahnya hingga garis keriput
Semua serba dibawah abad 20
Anak-anak bermain, kesana kemari
Tak ada bayangan yang mengikuti
Apakah bayangan itu mati, terinjak kaki-kaki?
Atau matahari telah padam, seseorang telah menembak perut senja?
Anak-anak kelabu
Nafasnya menghisap debu
Membakar resah, ciptakan abu
Rindu kembali ke pelukan ibu
Di sudut semesta yang tak berwarna
Ada yang hidup di sana, bersama sekelompok gagak
Menunggu semuanya mati di tempat itu
Dan menyalakan lampu-lampu, hanya Tuhan yang tahu
MH - 02/25/'14
Lilin yang takdirnya menyala ketika tengah malam
Untuk tubuhmu agar menyala
Menyaksikan malam beserta sepi
Heningnya merasuk hingga kepala
Aku ingin terjaga, dengan cahaya kecilmu
Temani aku, rembulan
Kutunggu kabarmu, hujan
Hingga tubuh lilin habis tertelan
Terima kasih untuk gelapnya, Tuhan
MH - 02/25/'14
February 24, 2014
Lelaki yang selalu pulang larut malam
Menghirup udara senja
Tanpa harus menyaksikan
Perginya matahari, lalu tenggelam
Dengan kaki telanjangnya
Bernyanyi, dengan suara parau
Ode selamat datang malam
Bagaimana rasanya, tinggal di pantai?
Sebelum jam sembilan lewat
February 22, 2014
Semakin banyak syair yang menggantung dirimu
Janganlah nafasmu menjadi kering
Bercumbulah dengan hening
Yang membawamu pada bising
Syair-syair, berbunyi nyaring
Selalu kamu bacakan
Ayat-ayat kesibukan
Taman beranda yang suram
Wajahnya terlukis muram
Tak bersuara, seolah tenggelam
Berakhirlah riwayat kapal yang karam
Ayat-ayat kehidupan
Bahagiakan kemurungan
MH - 02/22/'14
February 21, 2014
Demi kamu
Demi kamu, aku takkan menurutimu
Menyelam kedalam gelap samudera
Dan tenggelam, kehabisan udara
Demi kamu, aku takkan melukaimu
Dengan lidah tajam yang terasah
Menikam mati, mengundang resah
Demi kamu, aku takkan memelukmu
Sebelum memakai baju yang bersih
Hingga diantara kita berhenti berselisih
Demi kamu, aku takkan berjanji
Menggadai harga diri, untuk memiliki
Menjemput kematian, sebelum benar-benar kumiliki
MH - 02/21/'14
Serigala, terjagalah
Tentang kisah kelam
Terang rembulan malam
Masa memaksa mundur
Bukan milik yang tertidur
Nafas yang hijau
Harum telaga biru
Tak ada burung berkicau
Tentang kabar terbaru
Sengaja dimatikan, lampu-lampu
Membawa hening ke dermaga mimpi
Sengaja ditutup, pintu-pintu
Bukanlah waktu untuk secangkir kopi
Aku cukup ditemani serigala
Saat terlelap menjagamu
MH - 02/21/'14
February 19, 2014
Aku mencintaimu hari ini saja
Angin muson barat
Hari-hari berganti
Oktober dan april
Masih jauh sekali
Biarkan kami meniup waktu
Biarkan kami menerpa batu
Ada wajah berseri
Tersiram hujan januari
Ada hati menggebu
Menunggu angin terbangkan debu
Biarkan kami menuju april
Menghibur hati yang bersedih
MH - 02/19/'14
Wanita yang terhampar di dalam kesendirian
Rembulan yang mulai ranum
Menerpa masa senja memerah
Redup cahaya indah aduhai
Ombak biru lincah bersiul
Memanggil dirimu agar tak hanyut
Dalam sendirimu yang sendu
Terbelenggu, sungguh mengganggu
Wahai engkau, wanita cantik
Yang masih terhampar di dalam kesendirian
Janganlah air matamu menjadi rintik-rintik
Deras amukan memanggil tuan hujan
MH - 02/19/'14
February 16, 2014
Seseorang yang mati di kota yang ia kunjungi
Perjalanan ini sangatlah jauh
Tertatih-tatih jarak ditempuh
Kedua kakinya meminta lumpuh
Namun sugesti memaksanya sembuh
Bisakah berjalan beberapa kilometer lagi?
Nafasnya merintih, terengah-engah
Letihnya singgah di langit tengah
Ada yang mengajaknya menutup mata
Semuanya berakhir di kota
MH 02/16/'14
February 12, 2014
Bahasa
Daun gugur menguning
Tak rela ke pangkuan tanah
Sungai panjang mengering
Merindukan hujan, ciptakan basah
Tangan tak berhenti menulis
Kaki tak berhenti berlari
MH - 02/12/'14
Aku akan memanggilmu kelak
Silahkan bermalas-malas
Aku akan memberi uang
Berbahagia dengan dosa
Aku memberimu waktu luang
Suatu saat, janganlah menolak
Aku akan memanggilmu kelak
Silahkan menjadi bijak
Aku akan memberi jalan
Silahkan berlatih sabar
Aku memberimu berat ujian
Silahkan kau berbahagia di mana?
Aku tetap memanggilmu kelak
MH - 02/12/'14
February 10, 2014
Pundi-pundi waktu
Kuambilnya tanpa malu-malu
Seratus ribu
Seratus ribu habis sekejap
Bagai debu, disapu lenyap
Tak apa, sebelum duniaku gelap
Mataku tak boleh terlelap
Sebelum harga buku mengalahkan rumah
Seratus ribu mungkin lebih murah
Jangan biarkan aku miskin
Di masa depan yang dingin
Membekukan keyakinan yang kuanut
Zaman urban yang menetaskan para penakut
MH - 02/10/'14
Ada apa di bumi?
"Jangan berdosa!",
Ucap ayah mengingatkanku sebelum pergi
Dan aku hanya dapat mengangguk pelan, tak mengerti
Mungkin aku hanya seorang anak yang hidup di zaman suram
Aku menyimak sekitar, lalu menonton televisi
"Jangan berdosa!",
Entah bagaimana caranya wajah ayahku muncul di sana
Aku memilih membaca buku di kala senggang
"Jangan berdosa!",
Kutemukan kalimat itu, di antara lekukan tubuh telanjang buku tersebut
Segera ku keluar rumah, menjadi anak kecil lagi
MH - 02/10/'14
February 07, 2014
Badai kehidupan
Yang lahir setelah bahagia
Janganlah selalu derita
Yang menetas dalam luka
Harapnya bukanlah duka
Hidup itu selalu berlawanan
Anggaplah sebagai kawan
Seperti kopi hitam dan pahitnya
Menerima manis gula di tubuhnya
Tak perlu emosi
Menjabarkan semuanya
Dengan panjang, mencari esensi
Bercampur di dalamnya
MH - 02/07/'14
February 04, 2014
Penikmat kejenuhan
Suatu hari, di tempat ini
Tak ada kicauan burung
Terlihat wajah yang murung
Melihat tubuhnya terkurung
Bisakah keluar dari sini?
Empat tahun cepatlah berlalu
Yang terikat takkan terlepas
Tangan pun mencekik leher
Hingga tercipta keputusan
Melawan atau putus asa
Ingin membawa nafsu, atau ilmu
MH - 02/04'/14
Kata yang berbaris
Adakah yang sudi memberi pakaian
Untuk langit yang telanjang?
Setiap kata adalah benang
Dan lidah sebagai jarumnya
Sudah terasa hangat
Langit tak lagi kedinginan
Telah terkabul keinginan
Yang terpendam dalam jahitannya
Langit hujan tidak masalah
Bukannya hujan selalu mengajarkan
Kisah-kisah sedih yang mencekam
Takkan menyerang dan menerkam
Dan jangan biarkan malam
Melucuti semua pakaiannya
Mengundang para hidung belang
Menggerayangi tubuh mulusnya
Jaga kesuciannya, berkatalah!
MH - 02/04/'14
February 02, 2014
Secangkir kopi hangat, beserta hitam dan pahitnya
Pagi, di malam hari
Musik indie terasa lebih nikmat,
Dibanding secangkir kopi hangat
Sampai habis hitamnya, sehitam rahasia
Yang selalu setia telinga mendengarnya dengan khidmat
Selalu saja, dan selalu saja
Hal itu berulang-ulang terjadi
Ini hidup
Takkan memandang penikmat
Dan memutuskan kapan kiamat
Jika telah menjadi pengkhianat
MH - 02/02/'14