September 20, 2018

Berbicara kemacetan

Ku kenakan seragam kantukku
Teman tidurku hari ini secangkir kopi
Yang beberapa jam lalu kuminum habis
Dan sekarang berbincang hangat di kepala

1)
Cita-cita bukanlah kondom yang sekali pakai lalu dibuang

Kita bicara tentang cita-cita manusia
Tidaklah sama dengan (misalnya) hari ini yang ingin menjadi esok
Lalu menjadi lusa, selanjutnya urusan negara
Setiap cita-cita tak luput dari wajib pajak

Pembicaraan yang takkan wafat sebelum kiamat

2)
Manusia adalah rahim para pertanyaan, dan suka seenak jidat melahirkan di sembarang tempat

Ku intip isi kepala anak kecil dan bertanya:
"Ada perayaan apa di kepalamu sehingga setiap hari kau terlihat senang?"
Aku berharap pesta ulang tahun, lalu kembali bertanya:
Bagaimana kau bisa bersenang-senang, jika banyak berita tentang penebangan umur liar pada surat kabar?

"Surat kabar itu apa?" jawabnya (dengan bertanya) singkat.

3)
Manusia selalu durhaka terhadap agamanya sendiri

Kau lebih dari cukup daripada angka tujuh belas
Kau bekerja demi berdosa, upahmu tiada sisa
Lalu mengadu kepada agamamu: salah siapa?
Tuhan sudah diusir saat itu dari kepalamu

Ketika itu, aku ditawarkan bekerja sebagai pengatur lalu-lintas manusia agar tak melewati batas

MH - 09/24/'18

Terheran

Aku terheran, mengapa kata-kataku
Begitu lihai berenang dalam pikiran?
Mereka seperti gunung-gunung
Tertancap dan aktif di suatu hari

Aku lautan, namun ku merasa tenggelam
Dalam kata-kataku sendiri

MH - 09/20/'18

Jangan jadi pekerja

Cita-citaku sederhana: naik pesawat
Ku ingin mengunjungi waktu yang terbuang
Di tempat sampah, anorganik, seperti negeri ini
Yang tidak mungkin bisa didaur ulang

Jam tidur pun tiba
Aku berhenti bergumam

MH - 09/20/'18

September 19, 2018

Menidurkan buku

Buku-buku mengucapkan selamat tidur
Sambil mengecup keningmu, membiarkanmu terpejam
Sebelum puisi-puisi kejam rindu menikam
Sebelum dongeng-dongeng panjang memaksa tuk didengar

Dan biarkan aku sibuk
Mengubur hidup-hidup kantung mataku
Sebelum dibekukan dan dibukukan waktu

MH - 09/19/'18

September 17, 2018

Siapa suruh mengoceh pukul tiga pagi?

Pukul tiga pagi
Aku ditegur Tuhan
Perihal mengetuk pintu sembarangan

MH - 09/17/'18

September 14, 2018

Sang pendongeng

Tengah malam: kantukku belum juga tiba
Ku segera berpuisi, agar terjaga
Dan dapat menyambutnya segera

"Mungkinkah cuaca?", pikirku
Setelah merayakan lahirnya sangka
Di rimba pikiran

Ku harap kantukku
Seorang pendongeng cantik jelita
Yang tak pernah bosan bercerita
Tentang mimpi panjang saat tertutup mata

MH - 09/14/'18

September 13, 2018

Ada pameran foto di museum digital

"Manusia berlibur,
Dipajang dalam bingkai digital
Kemudian mati sebagai bangkai digital"

Setiap puisi tak ingin menjadi wali
Ragamu tuk berwisata, kau hanya dipaksa
Berkeliling di kepalamu, mencari elok kata
Sembari menahan sesak, sebab menghirup aroma vakansi orang luar

Vakansi orang luar yang tiada habis liarnya

Kau menginginkan bisikan yang lebih menghibur
Dari jalan-jalan dan para jalang, aku memilikinya
Namun aku tak punya mulut, sudah digadai
Oleh mereka yang membutuhkan liburan dibanding kebebasan

Ingin ku berlibur ke zaman purba
Di kala tiada manusia seperti itu tercipta

MH - 09/13/'18

September 04, 2018

Kepulangan yang panjang

Kelak, kan kau temukan hari di mana
Akhirku yang tak pernah tiba di rumah
Menuang segelas penuh gelisah
Di penghujung harimu yang semakin resah

Kumpulan waktu, menumpuk dan menyatu
Meminta tuk menjadikannya hidangan
Di meja makan, sebagai menu utama
Agar aku menghabiskan hidangan waktu itu bersamamu

Aku ingin kau segera marah
Dan lekas tertidur jikalau lelah

Maaf, beginilah risiko menjadi kurir
Mengantarkan sajak-sajak dari mulut
Ke telinga para pendengar dan pendengkur

MH - 09/09/'18

© Aksara Angkasa 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis